BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kompleks
yang terbentuk dari suatu reaksi ion logam, yaitu kation dengan suatu anion
atau molekul netral, ion logam didalam
kompleks disebut atom pusat dan kelompok yang terikat pada atom pusat disebut
ligan. Jumlah ikatan terbentuk oleh atom logam pusat disebut bilangan
koordinasi dari logam. Dari kompleks diatas perak merupakan atom logam dengan
hilangnya koordinasi dua, dan sianidanya merupakan ligannya.
Reaksi
membentuk kompleks dapat disebut sebagai asam – basa lewis dengan ligan bekerja
sebagai basa dengan memberikan sepasang elektron. Kepada kation yang merupakan
suatu asam. Ikatan yang terbentuk antara logam pusat dan ligan sering kovalen,
tetapi dalam bberapa keadaan interaksi dapat merupakan gaya penarik coulomb.
Salah
satu metode titrimetri adalah titrasi pembentukan kompleks yang juga dikenal
sebagai kompleksometri. Metode ini memungkinkan penentuan analisis pengukuran
untuk sejumlah kation bervalensi banyak dalam larutan air. Metode ini
berdasarkan penentuan khelat organik yang larut dalam air dan praktis tidak
teroksidasi.
Keuntungan
dari metode kompleksometri adalah waktu pengerjaannya lebh sederhana
dibandingkan gravimetri dan spektrometer. Sedangakn kerugianndan spektrometer.
Sedangakn kerugiannya adalah penentuan dari titik akhir susah ditentukan,
karena sangat di pengaruhi oleh pH dan bahan yang digunakan cukup banyak
dibandingkan dengan metode lain yaitu larutan baku, indikator, larutan dapar,
dan larutan asam atau basa. Didalam dunia farmasi metode ini banyak digunakan
dalam penetapan kadar suatu senyawa obat yang mengandung ion logam, misalnya
penentuan kadar Mg
sebagai laksativum.
B.
Maksud
Percobaan
Adapun
maksud dari percobaan ini yaitu untuk melihat suatu senyawa kompleks yang
terdapat pada ion logam, setelah penambahan beberapa pereaksi dalam indikator
yang dititrasi Na – EDTA.
C.
Tujuan
Percobaan
Adapun
tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar dari zink sulfat dengan
metode titrasi kompleksometri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Teori
Dasar
Analisa
kimia farmasi kuantitatif untuk zat –zat yang mengandung ion – ion logam
seperti aluminium, bismuth, kalsium, magnesium dan zink dengan cara gravimetri
memakan waktu yang lama, karena prosedurnya lama. Prosedurnya meliputi
pengendapan, penyaringan, pencucian, dan pengeringan atau pemijaran sampai
bobot tetap ( Susanti dan Wunas, 1979 ).
Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks, membentuk
hasil berupa kompleks. Reaksi – reaksi pembentukan kompleks atau yang
menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya
dalam titrasi karena itu perlu pengertian yang cukup luas untuk kompleks.
Sekalipun disini pertama – tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi
titrasi kompleksometri :
+ 2CN - Ag (
+ 2cl - Hgc
(
Khopkar, 2002 ).
Salah
satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik dan
melibatkan pembentukan ( formasi ) kompleks atom atau ion kompleks yang larut
namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud disini adalah kompleks yang
dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, engan sebuah anion atau
molekul netral ( Basset, 1994 ).
Asam
Etilen Diamin Tetra Asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat
yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan
keempat gugus karboksilnya atau disebut ligan multidental yang mengandung lebih
dari dua atom koordinasi permolekul. Misalnya asam 1,2 – diaminoetana-
tetraasetat ( asam etilenadiamina tetraasetat, EDTA ) yang mempunyai dua atom
nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbangg dalam molekul ( Rivai,
1995 ).
Suatu
EDTA dapat membentuk suatu senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar
ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang
agak asam, dapat terjadiprotonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna
kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa
ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan
menunjukkan jumlah semua ion yang ada dalam larutan tersebut ( Harjadi, 1993 ).
Satu
– satunya ligan yang lazim dipakai pada pemerikasaan kimia adalah ion sianida,
kareka sifatnya yang dapat membentuk kompleks
yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida
membentuk senyawa kompleks perak – sianida, sedangkan dengan ion nikel
membentuk nikel – sianida, sedangkan kendala yang membatasi pemakaian –
pemakaian ion sianida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks
secara bertahap dengan ion – ion logam, lantaran ion ini merupakan ligan
bergigi satu ( Rivai, 1995 ).
Titrasi
dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda
tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu radikator nonlogam dapat
digunakan pada pendeteksian visual dari titik – titik akhir, reaksi warna harus
sedemikian sehingga sebeblum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah
berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua reaksi itu haruslah
spesifik ( khusus ), atau setidaknya selektif. Ketiga, kompleks – kompleks
indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak ,karena
disosiasi, tidak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks
logam itu harus kurang stabil dibandingkan dengan logam – EDTA untuk mennjamin
agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion -
ion logam kompleks dari indikator logam dari kompleks – indikator logam
ke kompleks logam EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras antara warna
indikator bebas dan kompleks – indikator logam harus sedemikian sehingga mudah
diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam sehingga perubahan
warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekivalen. Terakhir, penentuan Ca dan
Mg dapat dilakukan dengantitrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan
indikator EBT. Pada pH 12 Mg(
akan mengendap sehingga EDTA dapat dikonsumsi
hanya oleh
dengan indikator mureksid ( Basset, 1994 ).
Kesulitan
ynag timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan
bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen
maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks – kompleks yang
stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam
air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam
melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah titik
tertentu air, sebaliknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan
menggunakan larutan kadmium ( Harjadi, 1994 ).
Cara
– cara titrasi EDTA ( Underwood, 1994 )
1. Titrasi
langsung
2. Titrasi
kembali
3. Titrasi
subsitusi
4. Titrasi
secara tidak langsung
5. Titrasi
secara alkalimetri.
Selektivitas
kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH misal Mg, Ca, Cr dan Ba dapat
dititrasi dengan pH 11 EDTA. Sebagian ittrasi kompleksometri menggunakan
indikator juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya
mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian
disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome
Black – T, Pyrocatechol, Xylenol orange, calmagit, 1 – ( 2-piridil – azonaftol
), PAN, Zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue ( Khopkar, 2002 ).
Titrasi
kompleksometri merupakan titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks ( ion
kompleks atau garam yang sukar mangion ). Kompleksometri merupakan jenis
titrasi dimanan titran dan titrat saling mengompleks, membentuk hasil berupa
kompleks reaksi – reaksi pembentuk kompleks dan menyangkut kompleks banyak
banyak sekali serta penerapannya jugag banyak, tidak hanya dalam titrasi.
Karena itu, perlu oengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini
pertama – tama akan diterapkan pada titrasi ( Underwood, 1994 ).
Persyaratan
mendasar terbentuknya kompleks adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi
kompleks seperti sebelumnya, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai
kelatometri seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada
atom pusat, disebut ligan ( polidentat ) ( Khopkar, 1990 ).
EDTA
akan membentuk kompleks 1 : 1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam
alkali seperti natrium dan kalium. Logam – logam alkali tanah seperti lkalsium
dan magnesium membentuk kompleks yang tidak stabil dengan EDTA pada pH rendah.
Karenanya, titrasi logam ini dengan EDTA dilakukan pada larutan buffer amonia (
Gandjar, 2012 ).
B.
Uraian
Bahan
1. Aquadest
( FI III 1979 : 96 )
Nama
Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama
Lain : air Suling
BM
/ RM :
O / 18,02
Pemerian
: cairan jerinuh, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa
Kegunaan
: sebagai pelarut
Penyimpanan
: dalam wadah tertutup baik
2. Aminoa
( FI III 1979 : 186 )
Nama
Resmi : AMMONIA
Nama
Lain : Amonia
RM
/ BM :
OH / 35,05
Pemerian
: Cairan jernih tidak berwarna,
bau khas, menusuk kuat
Kelarutan
: Mudah larut dalam air
Kegunaan
: Zat tambahan
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
3. EBT
Nama
Resmi : Hitam Mordat II
Nama
Lain : Hitam Eriokromat
RM
/ BM :
/
461,38
Pemerian
:Serbuk, hitam kecoklatan
Kelarutan
: Larut dalam air panas, dalam
etanol ( 95 % ) P dan dalam metanol
P
Kegunaan
: Sebagai indikator
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
4. Na
– EDTA
Nama
Resmi : DINATRIUM ADESAT
Nama
Lain : Diantium Etilen Diaminterta
Asetat
RM
/ BM :
/ 372,24
Pemerian
: Cairan jernih tidak berwarna,
tidak berbau
Kelarutan
: Larut dalam air
Kegunaan
: Sebagai titran
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
5. Natrium
Hidroksida
Nama
Resmi : NATRII HYDROXYDUM
Nama
Lain : Natrium Hidroksida
RM
/BM : NaOH / 40,00
Pemerian
: Bentuk batang, massa hablur atau
keping – keping rapuh dan
mudah meleleh basa, sangat alkalis dan korosif
Kegunaan
: Sangat mudah larut dalam air dan
etanol ( 95 % ) P
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
6. Seng
Sulfat
Nama
Resmi : ZINCI SULFAS
Nama
Lain : Seng Sulfat
RM
/ BM : Zn
/
278,54
Pemerian
: Hablur transparan atau serbuk
hablur, tidak berbau, rasa sepat
mirip logam, sedikit merapuh
Kelarutan
: Sangat mudah larut dalam air,
prraktis tidak larut dalam etanol
( 95 % ) P, mudah larut dalam gliserol P
Kegunaan
: Sebagai sampel
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
C.
Prosedur
Kerja
Penentuan
kadar Zink Sulfat
1. Timbang
seksama 100 mg zat uji
2. Larutkan
didalam erlenmeyer dengan 100 ml air suling
3. Tambahkan
NaOH encer tetes demi tetes secukupnya hingga terbentuk endapan
4. Tambahkan
5 ml dapar amonia pH 10
5. Titrasi
dengan EDTA 0,05 M menggunakan indikator EBT – Nacl 20 mg hingga terjadi
perubahan warna.
BAB II
METODE KERJA
A.
Alat
Adapun
alat ynag digunakan pada percobaan ini adalah buret, erlenmeyer, pipet tetets,
statif, dan timbangan.
B.
Bahan
Adapun
bahan yang digunakan pada percobaan adalah air suling, larutan dapar amonia pH
10, larutan EBT – NaCl, larutan baku EDTA, larutan N
Oh dan zink sulfat.
C.
Cara
Kerja
1. Ditimbang
seksama 100 mg Zink sulfat
2. Dilarutkan
dalam erlenmeyer dengan 100 ml air suling
3. Ditambahkan
NaOH hingga terbentuk endapan
4. Ditambahkan
5 ml dapar amonia pH 10
5. Dititrasi
dengan EDTA 0,05 M dengan indikator EBT – NaCl 20 mg, sampai terjadi perubahan
warna menjadi biru.
Bst zink sulfat : 14,38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Berat Sampel
|
V. titran
|
P. warna
|
% kadar
|
% rata - rata
|
100 mg
|
14,6 ml
|
Ungu – biru
|
99,00 %
|
|
100,5 mg
|
15 ml
|
Ungu – biru
|
101,19 %
|
100,095 %
|
Perhitungan
%
kadar =
x
100 %
1. %
kadar =
x
100 %
=
x
100 %
= 99 %
2. %
kadar =
x
100 %
=
x
100 %
= 101,19 %
%
rata – rata :
=
= 100,095 %
B.
Pembahasan
Titrasi kompleksometri adalah titrasi
berdasarkan pembentukan senyawa kompleks ( ion kompleks atau garam yang sukar
mengion ). Kompleksometri merupakan jenis titran dan analit saling mengompleks,
membentuk hasil berupa kompleks reaksi – reaksi pembentuk kompleks dan yang
mengangkut kompleks banyak sekali beserta penerapannya.
Persyaratan mendasar terbentuknya
kompleks adalah tingkat kelarutannya yang tinggi. Selain titrasi kompleks,
dikenal juga dengan kompleksometri sebagai khelatometri seperti ynag menyangkut
penggunaan gugus EDTA. EDTA akan membentuk kompleks 1 : 1 yang stabil dengan
semua logam, kecuali logam – logam alkali seperti kalsium dan magnesium. Logam –
logam alkali seperti kalsium dan magnesium akan membentuk kompleks yang tidak
stabil jika direaksikan/ dititrasi dengan menggunakan EDTA pada pH rendah, Sehingga
titrasi logam ini dilakukan dengan menggunakan pula larutan dapar dari amonia
dengan pH 10.
Pada
percobaan komlpleksometri, dilakukan dua kali pengukuran. Pertama-tama
ditimbang zink sulfat sebanyak 100 mg, kemudian dilarutkan dalam erlenmeyer
dengan 100 ml aquades, kemudian ditambahkan dengan indikator NaOH hingga tetes
demi tetes hingga terbentuk endapan yang mantap. Selanjutnya, ditambahkan
larutan buffer dan dititrasi dengan Na.EDTA
0,0236 N menggunakan indikator EBT-NaCl hingga terbentuk menjadi biru.
Alasan
mengapa ZnSO4ditentukan kadarnya secara kompleksometri, sebab zink
sulfat merupakan salah satu ion logam yang polivalen dan dapat bereaksi dengan
EDTA membentuk senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air.
Pada
praktikum kompleksometri larutan buffer ditambahkan pada larutan agar pH
larutan yang dititrasi tetap terjaga. Seperti kita ketahui air yang sadah
berarti mengandung ion Ca2+ dan Mg2+. Ion Ca2+
akan lebih dahulu bereaksi dan kemudian disusul dengan ion Mg2+
sehingga menimbulkan perubahan warna dari ungu menjadi biru dengan penambahan
indicator logam yang dapat juga menjadi indiktor pH.
Larutan baku
yang digunakan pada kompleksiometri yaitu Na.EDTA 0,0236 N,
dan indikator yang digunakan adalahEBT-NaCl.
Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna biru.Sebelum dititrasi larutan
berwarna ungu dan menjadi biru setelah mencapai titik akhir titrasi dengan
volume titrasi yang pertama diperoleh adalah 14,6 ml dan volume titrasi yang kedua yaitu 15 ml.
Setelah diukur kadar/kemurnian ZnSO4
dengan metode kompleksiometri diperoleh kadar pertama yaitu sebesar 99%
,kadar ke dua yaitu 101,19% dan kadar
rata – ratanya adalah 100,95 %.
Persyaratan
kadar Zink sulfat menurut Farmakope Indonesia edisi IV adalah mengandung tidak
kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 108,7%. Jadi bahan baku Zink sulfat yang
digunakan memenuhi syarat.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pada
sampel pertama, volume titran yang digunakan sebesar 14,6 ml, perubahan warna
dari warna ungu menjadi warna biru setelah dititrasi dan memperleh persen kadar
sebesar 99,00 %
2. Pada
sampl 2, volume titran yang digunakan sebesar 15 ml, perubahan warna dari ungu
menjdai biru setelah dititrasi dan memperoleh persen kadar sebesar 101,19 %
3. Persen
rata – rata yang diperoleh dari kedua sampel adalah 100,95 %
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Rohma dan Ibni Gholib
Gandjar. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar
: yogyakarta
Anonim. 2014. Penuntun Kimia
Analisis Farmasi. Universitas Muslim Indonesia : Makassar
Basset,J.dkk.
1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik. ECG :
Jakarta
Day,
JR dan Underwood. 1994. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga : Jakarta
Ditjen
POM. 1979. Farmakope Indonesi Edisi III. Depatment Kesehatan RI : Jakarta
Harjadi,
W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga : Jakarta
Khopkar S. M. 1990. Konsep Dasar
Kimia Analitik. UI Press : Jakarta
Khopkar S. M. 2002. Konsep Dasar
Kimia Analitik. UI Press : Jakarta
Rivai, Harrizul. 1995. Asas
Pemeriksaan Kimia. UI Press : Jakarta
Susanti. S. Wunas Y. 1979. Analisis
Kimia Farmasi Kuantitatif. Lembaga Penerbitan
UNHAS : Makassar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar